Mengenang IT Outing dan Belajar Melawan Takut

Rindu adalah teknologi canggih untuk kembali ke masa lalu. Dan senja itu penggunanya yang tak pernah gagal. Ia terlalu tau cara memakai meski ngga ada buku petunjuk. Sama seperti sekarang. Senja dalam foto ini berhasil membawa saya kembali pada masa itu,
sore hari tanggal 16 November 2019.

* * *

Assalamualaikum!

Bicara soal senja selalu menyenangkan. Ya, sama seperti jutaan manusia lainnya, saya juga pecinta senja. Makanya saya ngga ketinggalan mengabadikan langit jingga sore itu, saat saya bersama teman-teman Information Technology (IT) Paragon sedang outing di Pulau Tidung.

Sebelum matahari berpamitan, sore itu kami bermain di Jembatan Cinta yang letaknya di bagian barat Pulau Tidung. Sengaja, untuk menunggu senja. Secara berkelompok dan bergantian, kami yang memakai atasan kuning-kuning ini diajak keliling di sekitar area jembatan menggunakan banana boat. Ngomong-ngomong, itu pertama kalinya saya naik banana boat. Ternyata menyenangkan, ya. Mau lagi, hehe.

Bagian menyenangkannya adalah saat-saat mau “dijatuhkan paksa”. Saya yang lemah ini jelas akan jatuh dalam sekali ronde (putaran). Tapi ada kelompok yang bisa berkali-kali ronde karena susah dijatuhkan. Keren juga mereka! 😀 Yaaah, walaupun pada akhirnya permainan harus selesai dan mereka akhirnya jatuh juga.

Ketika semua sudah mengambang di laut, kami sengaja ngga langsung kembali ke darat. Kami saling bercanda walau ombak laut ngga berhenti menggoda kami 😛

Kebetulan saat itu kami di laut yang areanya berada hampir tepat di bawah puncak Jembatan Cinta. Jadi kami bisa melihat beberapa pengunjung lompat dari puncak tersebut. Dan beberapa teman laki-laki di IT pun mulai mencoba. Saya jadi ikutan tertarik. Tapi saya takut. Haha! Akhirnya saya meminta tolong teman-teman untuk siaga menolong kalau tiba-tiba saya tenggelam setelah lompat.

Setelah teman-teman deal, saya meyakinkan diri sendiri, dan ada teman-teman perempuan yang juga tertarik, akhirnya saya naik ke darat dan menuju puncak jembatan yang tingginya sekitar 8 meter itu. Langkah saya masih ringan saat berjalan menuju puncak, meskipun sudah mulai kedinginan. Semakin mendekati giliran saya untuk lompat, semakin angin grasak-grusuk. Jantung ikutan mulai ngga santai detakannya. Dan tibalah giliran saya. Saya pun perlahan maju ke papan lompat.

Saya senang akhirnya bisa melihat laut luas tanpa ada manusia ataupun benda yang mengurangi pandangan saya. Tapi di sisi lain, kekosongan itu juga membuat saya takut luar biasa. Rasanya seperti ada yang menarik dari belakang, agar saya mundur dan ngga jadi lompat. Saya kemudian memejamkan mata sambil mengafirmasi diri.

Sudah sampai sini, masa ngga jadi! | Coba aja, belum tentu datang lagi kesempatan ini | Coba aja, daripada menjalani sisa hidup dalam rasa penyesalan dan penasaran. | Lihat, ada temen-temen yang siap menolong di bawah.

Kemudian saya membuka mata sebentar, maju agar posisi berdiri saya lebih mendekati ujung papan, tutup mata, tutup hidung, dan bismillah… saya melompat.

Kira-kira beginilah waktu melompat. Tapi itu teman saya. Tegar namanya.

Ada dua hal yang saya rasakan setelah melompat. Pertama, sakit di (maaf) pantat dan hidung. Rasanya selalu sakit saat ketatap air. Sepertinya posisi saya saat “mendarat” salah, yang harusnya kaki atau tangan dulu menyentuh air, saya malah seperti posisi duduk. Buat kamu yang mau lompat, ada baiknya baca-baca dulu ya, salah satunya bisa dari Wikihow. Tapi untungnya ngga sesakit muka yang terkena hujan deras saat motoran sih.

Kalau sakit di hidung ini tentunya disebabkan karena banyaknya air yang masuk ke hidung. Walaupun sudah menutup hidung, tetep aja tangan tiba-tiba bergerak semaunya. Dia melepas seolah berbaik hati mempersilakan air masuk ke hidung 😓

Kedua, WAH TENTU SAJA RASANYA EXCITED. Rasa senangnya luar biasa, sampai saya ngga bisa mendeskripsikannya. Sampai saat menulis ini, saya bisa merasakan kembali energi excited itu. Berlebihan memang, tapi begitulah adanya.

Ternyata begini ya rasanya berhasil melawan rasa takut—adalah hal yang terngiang-ngiang di otak saya. Dan kalau boleh mengambil pelajaran, salah satu yang membuat saya akhirnya berani melompat adalah percaya pada teman-teman saya di bawah. Rasa percaya inilah yang membawa harapan bahwa saya akan baik-baik saja setelahnya.

Well, dalam kehidupan, tentunya kita sering mengalami berbagai rasa takut. Memang ngga bisa disamakan dengan rasa takut ketika saya akan melompat dari jembatan saat itu. Dan cara mengatasi rasa takut itu juga bermacam-macam. Bisa jadi butuh satu, dua, tiga, atau berapapun kombinasi macam cara. Setiap individu pun punya dasar kunci untuk mengatasinya. Tapi satu pelajaran tadi bisa menjadi pengingat saya, bahwa apapun ketakutannya, kalau ada yang bisa saya percaya, maka saya memiliki harapan.

Dan dasar tumpuan rasa percaya yang “mestinya” saya (dan kita semua) punya adalah percaya sama Tuhan. Sebaik-baik Pemberi harapan. Sebaik-baik Pemberi janji yang ngga akan pernah luput untuk dilewatkan.

Setelah puas bermain dan ngga ada lagi yang ingin melompat, kami pun beranjak menuju daratan. Kami mengembalikan jaket pelampung dan mengambil barang-barang yang sengaja dititipkan agar aman dari air. Dengan baju yang masih basah dan badan yang berpasir, kami segera kembali ke tempat penginapan.

Lalu sementara saya berhenti di bawah langit. Ternyata ada juga yang ingin pamit. Senja indah yang menutup manis momen sore itu. Momen yang menyenangkan untuk dirindu.

* * *

Bonus foto IT Paragon Team ❤

Bonus video juga! Ini kalau kamu mau lihat keseruan acara outing selama dua hari itu 🙂

Leave a comment